Monday

Pendakian Gunung Sumbing 3371 mdpl (1)

Sekitar 3 bulan yang lalu, saya bersama keempat teman (semuanya laki-laki) berencana mendaki Gunung Sumbing yang terletak di Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung Sumbing sendiri merupakan gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa setelah Mahameru dan Slamet.

Kebetulan saya merupakan mahasiswi yang sedikit ngambis dan (karena gak masuk PTN juga kali ya makanya) ikut agak terlalu banyak organisasi, klub dan events. Salah satunya Kelompok Studi Pasar Modal, klub kece yang beranggotakan kakak-kakak cantik ganteng sophisticated yang smart dan berprestasi *berdeham deham* *digampar senat mahasiswa & seutas*

Selain bisa suited in business outfit, anak-anak KSPM punya satu kesamaan unik: doyan traveling dan jalan-jalan. Mulai dari gunung mini semacam Andong sampai Lawu dan Merbabu, hingga camping dan diving di deretan pantai selatan Pulau Jawa.

Oleh karena itu, saat mendapat kesempatan untuk join tracking ke Gn Sumbing saya gak nolak, bahkan said YES in capslock. Grup line pun resmi dibuat, berangotakan saya, tian (sekarang ketua kspm 11), niko (partner MC di Kompetisi Pengetahuan Pasar Modal nasional 2015), yoyo (yang belakangan satu tim dengan saya di PEMILRA 2015 sebagai acara), dan kak gagah.

Tenda, matras, sleeping bag, peralatan memasak, mie instan dan mantel mulai disiapkan. Masing-masing dari kami membawa 2 liter air untuk persediaan karena Gn Sumbing tidak memiliki mata air seperti Semeru. Akan ada 2 carrier yang digilir oleh keempat jagoan selain saya, si power ranger pink.

Cars Parking, Kampus 3 Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Selasa 31 Maret | 7:32PM

Malam itu saya mengenakan sweater turtleneck hitam fit-to-body, jeans pensil dan sandal gunung hasil meminjam Lila (teman SMA). Vest dan mantel (keduanya berwarna ungu), sarung tangan hitam, juga syal dan beanie (keduanya bewarna maroon) terlipat rapi di dalam ransel.

Dengan wajah cemberut Matthew menitipkan saya pada keempat teman seperjalanan yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali. Mom said that was called the perks of being my boyfriend.

Semua tas dan matras beserta carrier sudah rapi berjejal di bagasi mobil kak gagah. Kami siap berangkat. Yoyo duduk di samping kak gagah yang duduk di kursi kemudi, sedangkan niko dan saya sukses mengorbankan tian menjadi bantal di tengah kursi belakang. Playlist EDM dari iphone Yoyo mulai meramaikan mobil, jedub jedub, menusuki rasa kantuk yang sudah mulai melelapkan saya.

Kemudian segalanya terlewat begitu saja, flyover jombor, jalan magelang, meninggalkan kota jogja jauh di belakang. Memasuki Jawa Tengah, kami sempat berhenti di indomaret. Saya mengambil susu ultra serta dua kotak pocky rasa vanilla dan strawberry. Perjalanan dilanjutkan. Mobil kami mulai mendaki kemiringian. Jendela-jendela diturunkan dan udara yang sangat sejuk mulai menggelitiki wajah, memuncukkan kesan "selamat datang" fisis yang sulit diartikan.

Di hadapan kami, malam telah menutup kemegahan sang puncak bagai tabir tak tersentuh yang, rasanya, sedikit janggal.

Basecamp Sumbing, Wonosobo
Selasa 31 Maret | 11:21PM

Dingin. Lapar. Ngantuk. Kebelet pipis.

Karena berencana memulai pendakian di malam yang sama, kami harus berenergi. Oleh karena itu, kami pun mencari sesuap nasi. Gimana kalo mulai dari sini recountnya pake bahasa slenge?

Gitu deh. Kita makan sampe mampus. Terus aku kebelet eek. So epic right, i know.

Setelah boker (ini beneran), kami pun body checking. Petugas SAR yang tengah berjaga di basecamp memberi kami peta, senter dan beberapa bekal yang nantinya akan kami butuhkan.

Perjalanan basecamp ke pos pertama memakan 2 hingga 4 jam berjalan kaki dan 45 menit jika menggunakan ojek gunung. Fyi, pos pertama adalah batas kaki gunung. Itu artinya, 5 jam pertama pendakian kami baru akan mencapai kaki Gn Sumbing. Tentu saja kita memilih berjalan kaki (lho) (sok kuat). Dan karena malam itu bukan malam lazim pendakian, maka jalur sepi, bahkan mungkin hanya kita berlima yang akan menapaki sepanjang jalan. Mantab, power ranger goes to summit.

Gerimis turun, kita memutuskan untuk mulai menggunakan mantel dan sarung tangan. Tasku gak berat, tapi perlu diketahui, Gn Sumbing adalah salah satu gunung dengan track paling cadas di Indonesia karena terdiri oleh tanjakan full dimulai dari basecamp.

Kabut masih tipis, dan tim power ranger mulai mendaki bersama. I should tell you it was. so. crazy. I would climb a mountain, third highest in the island and i was so so dope and hyped and you know, beyond amazing.

Jalanan menuju pos pertama belum beraspal dan berada di tengah-tengah perkampungan warga, yang kala itu gelap dan terkesan tidak berpenghuni. Iyalah tengah malem, boro-boro ada orang, kucing aja lebih milih melingkar di dalam rumah untuk menghangatkan diri.

Magelang memang dikelilingi oleh gunung dan perbukitan. Gn Andong, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Prau juga Dataran Tinggi Dieng. Hujan es sudah menjadi fenomena sehari-sehari. Atau sesore-sore karena atually memang terjadi sore hari.

Kitanya pake kami ya yha. Biar eyd.

Kami mulai menapak, selangkah demi selangkah. Tengah malam membuat gelap terasa begitu indah. Kerlap kerlip lampu kota yang berada di bawah teraasa hangat. Ratusan gugusan bintang berjajar di langit juga ikut menemani pendakian kami. Meski seharusnya hutan pinus dan ladang warga yang apik akan mengantar kami dengan manis dalam keadaan terang.

Hampir 400 meter berikutnya, kami beristirahat setiap 10 langkah. Sepertinya hawa terlalu dingin dan tekanan udara yang rendah membuat para lelaki gampang kelelaan. Hutan dan ladang di sekeliling kami juga merebut persediaan oksigen sehingga napas kami setengah-setengah. Aku tanpa pikir panjang merebahkan diri di jalan berbatu yang miring, menatapi langit. Sama sekali tidak, belum merasa lelah. Rasanya sudah berjam-jam kami menempuh jalan berbatu saat kaki kami mulai memijak tanah liat selebar dua orang dewasa. Suara malam menyamarkan hening yang kami ciptakan.

Percaya atau nggak, perjalanan basecamp menuju pos satu inilah yang (nantinya) terasa paling lama. Mungkin karena setiap 2 menit kami beristirahat selama 10-15 menit. Padahal ini bukanlah pendakian yang sebenarnya. Kami belum sedikit pun menyentuh Gn Sumbing.

Baru sekitar pukul 4 pagi kami menemukan gubuk itu. Pos pertama. Jujur aku senang bukan main saking putus asanya. Bukannya pingin cepet bobok, kantuk malah hilang kayak dicharge. Alhasil selama yang lain tidur, aku terjaga sepanjang fajar, menikmati suara alam, menikmati pagi yang merambati semesta diiringi lagu-lagu Banda Neira. Tsiah

Berjalan lebih jauh, ke entah berantah dan di beranda memunculkan energi magis sedemikian rupa. Mama memang nggak mengizinkan naik gunung. Bahkan aku belum sempet pamit secara gamblang ke tante pas nitipin sepeda motor.

Aku masih terjaga saat suara adzan subuh mulai terdengar dari kejauhan, bersahut-sahutan di langit Kabupaten Wonosobo. Ternyata jam nunjuk angka 5, dan belum satu pun dari mereka bangun. Padahal  kalo pingin 'muncak' sebelum gelap kami harus bergegas. Kami nggak bisa berlama-lama di sini. Lagipula kami masih berada di Pos Pertama.


(bersambung) 

Thursday

Sembilan belas

Sekarang usiaku menginjak angka sembilan belas. Aku tidak pandai dalam menyikapi hari ulang tahun, terutama hari ulang tahunku sendiri. Entah sejak kapan aku jadi terbiasa untuk tidak mengucapkan selamat ulang tahun. Mungkin sejak ulang tahun kemudian menjadi hal yang ‘sudah seharusnya’ diselamatkan. Ucapan selamat ulang tahun beserta harapan dan doanya harus dilakukan sepenuh hati menurutku. Mungkin karena aku tidak pernah bisa lagi merasa cukup spesial untuk melakukannya, aku berhenti. Aku berhenti menyuarakannya. Aku hanya mengubahnya menjadi dialog khusyuk bersama Dia Yang Lebih Besar. dan terkadang, saat orang itu benar-benar dekat juga saat seseorang benar-benar jauh untuk seharusnya terasa dekat, aku mengucapkannya. Sederhana saja. Selamat ulang tahun.