Friday

mini kalei (mid-end year)

agt. masih di rumah, menikmati langit dan jalan jalan sendirian keliling kota. menghabiskan hari sama mega & wangking (onez masih belum pulang dari malay). ketemu ogiv! terus balik jogja dan rasanya berat sekali. sempat random mau bikin usaha diajakin puput bareng nando sama mega unpad, terus ngobrol di mcd sampe malem. keluar malem sama puput levy di araya. lalu ketemuan sama asti di lokal, bener bener pertama ketemu setelah sekian lama, mungkin hampir empat tahun. menghabiskan hari-hari terakhir memet di jogja--sarapan di lokal, duduk duduk di rektorat, menikmati sore di alun alun kidul yang terakhir; makan bakso di pinggir jalan, minum degan, gitaran ga jelas. kemudian.. matthew wisuda. makan sama keluarga matthew, perpisahan. terus nia dateng terus kita jalan jalan keliling jogja random abis. terus induction di parangkusumo.
sept. ke selatan sama keluarga. jadi sering main ke kos mega. keluar cari kopi di tirtodipuran. terus wangking dateng dari semarang. ketemu asti, nyelo di rm demangan & living space pas ujan deres. terus besoknya jalan jalan sore di tamansari, strolling arround ala gondes bule dan main sama anak anak kampung setempat. sempat juga ke magelang bersama keluarga.
okt. pulang sebentar. eh mbah uti ikut pas balik ke yk. nonton german film festival di empire sama mega, kece banget judulnya Victoria. terus kuliah lapangan ke Djarum di kudus. terus potong rambut jadi super pendek. terus nonton Danilla sama Mocca. ketemu naela ali. nonton final dimas diajeng tingkat provinsi bareng asti, dan, fashun disaster banget :( ditutup sama ngerayain ultah cicin.
nov. pindah kos baru! karaokean grup ipk-cumlaude. mulai keluar malem sama levy. ngerayain ultah danti di edelweiss, hias hias, nyari bahan ujan ujan sama wincung, ban bocor wkwk. nyelesaiin kerjaan konten tulisan. mama dateng. nonton scaller gokyl parah live performance nya. ketemu kittendust! ke mcd sama puput. grocery shopping dan nyore di ilmondo sama onez. ngayogjazz! trump menang pilpres amerika. sudden trip ke magelang-ambarawa-semarang sama keluarga. laptop baru wqwq. opening jaff sama mega onez. prenjak tigadara sama nando levy terus nyore di pak ribut (?) karena hujan deres hahaha
dec. sekaten sama levy. biennale puppet fest sendirian ke bantul. nonton frau gratis di dagadu sama levy nando ada kezia juga. ilmondo sama kwartet yang sama. uas. mini concert di ifi lip, nemenin gemara ngendon perpus wkwk. masih hobi jalan keluar sendirian. jagain jogja pop! ayik bodel epong nyak mampir jogja! libur natal sama keluarga. makan oyen berdua di aun alun sama gemara terus jagongan. bertemu teman teman lama dan teman teman baru. tahun baruan di backseat mobilnya mas yusman sama uful, asrul, nyak dan evi.


origin, 22:30. speaker di langit langit sedang memutar desember - efek rumah kaca.

biar ambiance yang sama terasa, aku pasang sekalian pake embed link di atas. btw aku sendirian sekarang di lantai 2, bener-bener pelanggan satu-satunya. nia (dan anang) barusan pulang. and i actually feel a bit weird but its ok.

tadi waktu pesen dopio espresso, 5 menit setelah witress turun ke bar, tiba-tiba brewernya sendiri naik dan ngedatengin buat mastiin aku gak salah pesen, nanya apakah aku udah pernah minum dopio sebelumnya.

oke, seminggu liburan. entah kenapa ga kerasa kerasa amat. flat, dan aku jarang jadi orang flat. sedirumah-rumahnya, pasti ada sisi dramatisku beserta refleksi sarat maknanya. banyak banget yang pengen ditulis dan sempet, tapi entah kenapa gak terkerjakan. mager, dan magernya gak biasa.

besok tanggal 31. dan rasanya biasa aja. tahun-tahun sebelumnya aku juga tahun baruan di rumah, tapi rasanya gak sehambar ini. hambarnya di aku-nya. hambarnya datang dari dalam. banyak hal menarik tapi aku emotionless. gak sedih. gak suntuk. cuman emotionless yang unreasonable.

have somebody seen my laugh-box? where is it at?

kandi asko?

kenapa ya. aku baru sadar beberapa hal yang aku baca di intelegensi embun pagi rasa-rasanya familiar. suatu ketika aku pernah menulis mengenai jalan-jalan-melulu dan i said i prefer to live the present, in the now, dan melakukan segalanya dengan sadar. mengucap, berpikir, merasa, bertindak dengan sadar. intelegensi embun pagi membicarakan bahwa manusia menjalani sebuah kehidupan yang mewujud proyeksi dari suatu realitas raksasa, yang sublim, dan bagaimana kita hidup dalam ignoransi. sedikit mengingatkan akan konsep samsara juga, dan pemikiran plato ratusan tahun lalu.

kehidupan ini adalah projeksi. kita terikat pada tubuh, dan di sisi lain sebenarnya tubuh membatasi kita--aku pernah menulis dengan abstrak hal ini. kemudian juga.. bahwa kita semua hidup dalam suatu rencana masif tunggal, dimana apapun yang kita lakukan memengaruhi segala sesuatu yang lain, bahwa segala sesuatu berhubungan dan sambung-menyambung menjadi efek domino yang dalam intelegensi embun pagi disebut sekuens. yang baru aku sadar berhubungan dengan konsep karma. dan bahwa kita masih merupa satu entitas, satu kesatuan.

ruwet

berputar

di suatu masa yang rasanya lama sekali, aku pernah sangat familiar dengan sebuah kalimat "berputar menjadi yang bukan kita demi menjadi diri kita lagi". lama setelahnya, baru beberapa hari lalu aku baru sadar konsep tersebut sedikit banyak berhubungan dengan faham 'samsara'.
kemudian baru kemarin, sebuah pemahaman datang dan aku baru ngeh aku sedang mengalami fase itu, frasa itu.
sekarang, aku benar-benar sedang berputar ya.

part 1: Camille Rowe’s Personal Wellness Journey
part 2: Camille Rowe Explores Nutrition & Supplements
part 3: Camille Rowe Explores Psychology & Spirituality
part 4: Camille Rowe Explores Meditation & Mindfulness
part 5: Camille Rowe Explores Fitness & Movement (WHICH IS MY FAV EPISODE)

Wednesday

solo trip. solo ride. solo drive. solo walk.
just u and ur soul and ur thoughts and ur body and ur memories and ur happiness, or sadness, or.. emptiness.

being solo doesn't always mean u are alone.
u have the whole team instead.

i've followed the annual cfda videos since 2012 and last year's cfda (i watched it on december though, late i know) looked so genuine and i dont know2, contagious, so much happiness so many creative people and fresh ideas.. basically this is how an intimate fashion show can be, it fits everything in my head.

Thursday




i love 1 am talks.
the way those eyes hide nothing but honesty.

the road was empty
and entire world fell asleep
only couples of lover
inside a coffee corner

and buddies, who shared some chatter

that the night went darker
but not the lights in their eyes

i saw no crowd, but souls

the time was ticking slower
slower
slower
slower

slower ...

and everything felt so tender

so effortless.

so weak.

something out there got wet after the rain--roared a beautiful pain
something beyond the conversation echoed no vain

speakers on the ceiling, some good old songs whispering
pour down melancholy, turned us into blue

we forgot about the universe,
we cursed this life
then we yearned
--and lemme tell you
the eternal way
of how
i love

1 am


talks.

flame in people's eyes
so warm yet so cold
so effortless
so sad
so blind
so weak

turned off the reality
walk away from society

try not to insist--
nor to resist

my hair was messy
so was your story

i didnt fall
and i bet not to
or so

as the melody over there began to end
could it last any longer
seek not for anything clear--
and why we exist
or are we even real?


_______
ps. this poet is not based on its real condition. it was my experience of some am talks inside those coffee longues with certain persons. added by danilla's terpaut oleh waktu melodies, i find the ambiance fits the verses i had then imagined. i put some real mess over here and some other trivial touches there beyond exact things that truly happened, in which triggered by the song i've mentioned before. yes, i find happiness in writing and pouring down blue verses. so sit back on your couch--we may need cups of warm darjeelin tea--and, shut off your ambiguity, and, just, enjoy.

Monday

pesyen.

/ˈpaSHən/
noun

when you put more energy into something than is required to do it; extremely strong feeling. resulting obsessive behavior, may mean you are in love.
(urban dictionary)


#DelveInside: 4

waktu kecil, passionku menggambar dan aku suka menggambar gajah dalam lomba-lomba. semakin besar aku suka menggambar manga, lama-lama aku suka doodling dan sekarang i draw no more. waktu tk, aku suka sherina (sblm dia main film) dan aku nyanyi di panggung tk lagunya sherina yang, rintik.. rintik hujan...

lalu aku suka membaca dan menulis. lama-lama, aku suka film. sukanya beda dari orang kebanyakan. suka banget. dan gak semua film aku suka. aku suka verb nonton, tapi (noun) film tertentu aja yang aku suka. kalo liat film, aku gak cuma liat, nikmatin, ngeh jalan ceritanya, nangis atau ketawa terus pulangnya bilang ih bagus ya atau ih b aja ya. enggak. sekali liat scene, secara otomatis i see beyond the frame. to the way it's made, the way it was shot, the scenario, the soundtrack mostly, the way the actress walk, or sit, or speak, the plots, the flow, the meanings. everything. film, for me, is more than a motion picture that shows us beautiful men or woman and made us cry. film is more than that, at least for me. film has so many power that people/some people cant see. film has its own soul. film itu perspektif yang dibagi dengan komposisi yang indah. kalo film cuma jual 'hal hal tertentu' yang penting dibikin, terus viral, banyak orang mewek, gadis gadis menjerit dan laki-laki merinding, film itu... hmm kalian terusin sendiri.

film yang baik itu hidup. ngeblend sama suasana cahaya, musik yang mengiringi (penting banget) dan apa ya angle, karakter, gerak tokohnya, dialog, komposisi plot, flow nya, cutting nya, ambiance nya, lokasi, baju, apa ya, kompleks banget. aku gak belajar perfilman, tapi aku pernah bikin 2-4 video-video pendek dan banyak orang suka. bukan karena video itu diambil pake kamera dewa, diedit pake mac, dikasih effect. sebenernya cuma.. karena video itu ngalir dan bernyawa. video itu personalizes orang dan hidup di benak orang itu.

bahkan kalo ngedit video kadang bisa sampe motong-motong detik biar sesuai sama even ketukan detik lagunya. ganjil genap. sampe ngedit bahan untuk 2 menit aja butuh 20 jam nonstop. karena beda sepersekian detik rasanya ganjel. nyawanya ilang. jadinya cuman video sekenanya. urutan suasana juga harus pas. yang jadi rise up nya mana, yang jadi tuning down nya mana, yang rise up lagi dan klimaks mana. apakah itu dibikin-bikin atau natural, atau setidaknya kalo emang dibikin apakah keliatan natural. durasi tiap 'scene' jangan kelamaan. ntar orang tidur. indah perlu tapi hidup juga perlu. ada nyawanya gak. suara dubber match gak. konsep nya oke gak. atau b aja. alay gak. esensial gak. pas mau dirender, ketika dipreview, cari seseorang yang gak ngerti, pesan lu nyampe gak. dia nyesek gak. dia ketawa gak. dia melakukan apa yang pengen lo liat penonton lo ntar lakuin atau gak. apakah dia punya interpretasi sendiri. apakah interpretasi itu gak buruk dan keluar jauh dari ekspektasi? sisanya let the magic happens.

lalu soal fashion? jaman smp-sma aku sempat diidentikkan sama outfits thingy. sekarang aku slengek dan i leave that box miles away. fashion is nothing. nowadays, taste is much more important. and taste is very personal. so it belongs to each person. and i have no rights for it.

terus soal sosial budaya. manusia. lingkungan masyarakat. keadaan sosial. seni. pertunjukan. budaya lokal. budaya dunia. feminisme. sastra. pelaku ekonomi kreatif. tapi mungkin yang ini masih belajar. belum begitu jadi passion.

dulu zaman smp kalo ditanya pengen jadi apa, aku jawab pengen kerja di natgeo. masuk sma aku pengen kerja di rollingstone, vogue atau the ny times. dan to be honest, jadi rockstar (JANGAN KETAWA.)

siriyesly. i wrote: natgeo journalist & the next hayley williams (with some additional details like crowdsurfing and billions people on its hall) in my time capsule paper back then, on my first week of senior high school. dang man so ridiculous.

menjelang akhir sma, aku menulis di sticky notes sebuah frasa indah, yang aku lupa gimana tepatnya. tapi seingatku 4 di antaranya aku pingin jadi ibu yang keren, penulis, sutradara sama pekerja promotor gitude. cuma cara aku nulisnya indah. pada malam prom night, ternyata keputusanku tidak banyak berubah. pertengahan kuliah, aku hilang arah. stress. aku kuliah akuntansi. aku gak bisa hidup kayak yang aku pengen. dan lain lain. dan lain lain.

sekarang, i know what i want. but it won't get easier to get there with my path now. akan sedikit memutar, nyasar, banyak jurang (cielah) dan yah, gak ada yang jamin. but love will always find a way. so i will keep doing what i love. because if it's meant to be, it will be.

a journalist, an author, director, a songwriter, maybe a singer? HAHA nope i know now my voice isnt that good anymore. it's no longer good at all. puberty hits me. kidding! i genuinely am a girl.

bottom line, i want to write a book. make films. travel the world to capture life. make songs. sing. organize giant concerts. build a culturehub or cafe or art galleries. be a cool and caring mom so that i can see my children grow a positive life the way they want it to be. and be a good servant of God. and yes, be a great daughter for my only mom. so what's my passion after all?

life. and live with its original essence the way universe and i want it to be. the way it is. and be happy about that.


Delve Inside: 4 // Passion: Selesai.
before sunrise (1995)

Sunday

theres something inside ur bellies lately
people said it was flame in ur eyes they can see

u hear that sound
to grab her hands everytime she walks around

trying hard not to
staying safe as long as you need to

theres guilt everytime u see
the green sign appeared
it feels cheesy
yet u sigh instead.


sav. cheesy sav.
Perhaps most people in the world aren’t trying to be free, kafka. They just think they are. It’s all an illusion. If they really were set free, most people would be in a real pickle. You’d better remember that. People actually prefer not being free?
Haruki Murakami

Friday


put it here not because her or her story, but the part when she began to sing her original 'home to you' (14:10)
was a beautiful sadness
sweet, blue, gentle disease
a poem
a song
a melody
we gladly suffer.

sav | ...
aku hijau dan ia biru.

lalu tok tok tok
maka kubuka pintu

kosong kosong.

nyaring menyapa haru
ternyata cuma pilu


sav | sekitar oktober.

THIS IS CRAZY


kubis kubiskuuu


#DelveInside: 3

setahun yang lalu, entry ini akan berisi banyak nama organisasi dan event event. dulu, pas jadi maba, terhitung mulai oktober 2014, aku sudah resmi menjadi anggota 3 organisasi resmi kampus; bem, pers mahasiswa dan kelompok studi pasar modal. pada ketiganya aku aktif, bahkan setidaknya selama di bem lebih dari sepuluh events sudah aku jajaki. setiap malam diisi dengan rapat, sore-nya japok (kerja kelompok) dan kuliah sejak pagi hari. jarang ada waktu untuk kehidupan pribadi. hidupku jadi kayak robot, dan aku menjauh dari passionku, ternyata.

bahkan teman teman lama semakin menjauh dengan alasan 'lha kamu sibuk gitu kayaknya' atau 'aku gak mau ganggu kamu' dsb dsb. nongkrong terjadi bersamaan dengan kerja kelompok dan family time hanya pada saat saat yang langka.

sempat sih, kalau menurut kapitalisme hal ini balance, kerja produktif dan sharpen the saw seperlunya. sempet. sampai suatu hari, dari 3 organisasi itu sendiri aku merasa kuliahku jadi terbebani dan semakin pilih kasih terhadap satu-dua di antaranya. untung yang satu lebih pada rotasi kepanitiaan kompetisi nasional jadi aku bisa fokus ke bem. di bem, (tahun keanggotaan bem-ku terbagi menjadi 3 tahun, staff maba, lalu staff tengah, hingga ph) aku naik menjadi ph di tahun ke dua. dan, hampir dikaderkan menjadi ketua, tapi gagal karena konflik interen (hahaha). aku cenderung bukan orang politis. aku membela apa yang aku anggap secara logis benar, bahkan aku memang cenderung transaksional di bem, sayangnya. tapi setidaknya aku jujur, aku berani menjadi berbeda meski dianggap enemi publik. dan aku tahu secara politik aku salah. tapi aku tidak akan membohongi diriku sendiri--bermain aman, dan bersembunyi di balik kerumunan asal punya teman. maka.. bertahan dengan tekanan-tekanan horisontal tertentu, pada pertengahan tahun 2016, sekaligus menuntaskan tugasku sebagai ph, aku memutuskan resign dari bem. dan mendukung mereka dari luar. ya, aku tetap menganggap kami adalah keluarga dan memberi bantuan jika diminta.

lalu, sejak semester lima, dengan bebasnya aku dari semua organisasi resmi kampus dan kepindahan matthew, aku benar benar memulai rutinitas baru.

aku masih mengikuti komunitas dan organisasi kecil di luar, tapi kondisinya fleksibel dan  tidak membebani. tapi sekarang aku bisa fokus kuliah. jika tidak ada kelas aku akan menghabiskan waktu bersama keluarga, senang senang dengan gemara atau rania, atau sekedar berbagi energi dengan kawan-kawan lama. waktu luang yang tidak terisi kuliah atau tugas aku dedikasian untu passionku, sosial dan seni budaya. atau kepanitiaan lepas sekitaran jogja. venue venue seni, pagelaran, events tahunan atau sekedar keluar dan mencari tempat untuk menulis. sendirian.

dua tahun terakhir aku selalu mengeluh tanpa henti soal major akuntansi yang serba kaku dan nggak aku banget, sekarang aku mau berhenti ngeluh dan jadi solutif. aku tetap kuliah dan ngampus untuk mempertanggungjawabkan pendidikan formal, sekaligus tetap menjadi diriku sendiri dan melakukan apa yang menjadi panggilanku. meski diangap berbeda, meski dibilang 'kok main terus' dsb, aku gak peduli. halo, kalo orang kuliah komunikasi, terus dateng ke events-events, kamu bilang mereka main terus? padahal ya emang itu kerjaan kuliahnya. kalo orang seni rupa dateng pagelaran/pameran, kamu bilang mereka selo? kamu bilang mereka seneng-seneng? well iya sih mereka technically pasti senang, wong menjalani passion dan penggilan dan jadi diri mereka sendiri. tapi ya emang itu kuliahnya. emang orang kuliah harus ngendon di kampus? harus konferensi dulu baru dianggap berkarya? harus rapat rapat di kampus terus dan nugas?

kalo jawabannya iya, mainmu kurang jauh.

kenalanmu kurang banyak. hidupmu terbatasi anggapan publik dan konsep kompetisi.


Delve Inside: 3 // Kesibukan: Selesai.

[ps. aku nggak bilang konferensi dan berkarya di kampus jelek. kamu terlalu kejiret konotasi. aku cuma ngasi perspektif lain, bahwa gak harus kayak gitu cara kerjanya. bahkan kalau bisa main terus berprestasi tambah bagus ya gak. berprestasi dan dapet medali itu keren banget. tapi standardisasinya gak sesempit itu.]
sebenarnya ini masih nyambung sama entry delve inside di atas, tapi supaya ga merusak estetika torsonya jadi aku pisah di sini.

tentang rutinitas kecil, kehidupan kos, keseharian dll. aku biasanya baru tidur dini hari dan bangun pagi untuk kuliah. dulu, dari dulu, aku anak yang rapi dan nyaris ocd, kamar harus bersih, sampe bahkan aku punya checklist sendiri soal rutinitas dan perihal kamar. sekarang aku lebih fleksibel. kadang kamar yang 'messy' lebih homey. ternyata. selain kuliah biasanya aku makan. aku sudah biasa makan sendiri, tapi kadang aku ngajak temen dulu di grup tertentu di line. kalo ga ada ya aku keluar sendiri. aku make headset kalo lagi di jalan. bahaya sih, tapi aku suka. aku laundry person, bukan ngucek-dewe person. aku sekarang lebih sering masak sih, karena di kosan baru ada dapur dan kompor. aku sering ke rental buku atau toko buku. kalau gabut aku baca buku. aku lagi nulis draft buku. aku nonton film. banyak banget film. aku main instagram. aku bikin stories banyak banget btw, tapi aku jarang liat stories orang HAHAHAHA sorry to say. kesannya i put my whole day buat instagram ya, padahal sebenernya enggak. kalo bikin stories pun aku tap tap aja dan udah. aku udah ga main medsos selain instagram dan line/wasap. aku udah jarang sketching dan doodling. aku nyanyi kalo pengen. aku suka matiin lampu begitu bangun pagi. (iya, jadi semalaman pas tidur lampu nyala dan dimatiin malah begitu setelah bangun). harus mati dan jendela kebuka. harus. meski aku gak sadar dan bakal bobok lagi, sekali melek aku harus matiin lampu dan buka jendela tiap pagi. aku suka nulis pas lagi hujan. sambil dengerin lagu soul dan lagu lagu dengan penyanyi bersuara efortless lainnya. aku suka ngelamun, sering banget tapi gak ngelamun kosong. aku berkhayal. aku suka tiba tiba ke rumah tante dan main sama sepupu sepupu kecil. aku suka main guitarlele kalo bener bener gabut. aku jarang ngechat. aku ga main game. aku pernah main game, subwaysurf, dan dalam dua minggu skorku jutaan. terus aku berhenti. aku masih baca koran. kompas. aku suka tiba tiba beli jajan pinggir jalan random. aku bingung mau nulis apa lagi. udah ya.

The song i wanna hear at my funeral.


it's originally sung by frank sinatra. but brendon has delivered it in a very beautiful yet casual way, so i took his version instead. it sounds more realistic and feels present. i do, i really want somebody sing this song to escort my coffin after i die. it doesnt have to be euphonic or something, it just need to be sincere, because every word in the lyrics means a lot to me. it's so deep yet powerful, it personalizes every man to the essence of life. it depicts the meanings of our existence. it looks like a letter, but was decorated with sublime melodies. play the video and sense every word below. then you will know. and it's ok if u imagine somebody sing it on my very funeral, it may be an old friend of mine, my husband, my son, maybe you, or anyone, with my coffin escorted, while reading and listening.

and now, the end is near, and so i face the final curtain.
my friend, i'll say it clear, i'll state my case, of which i'm certain
i've lived a life that's full; i traveled each, and every highway
and more, much more than this, i did it my way.

regrets, i've had a few. but then again, too few to mention.
i did what i had to do, and saw it through, without exemption.
to think i did all that--and may i say, not in a shy way,
oh, no, oh, no, not me, i did it my way.

yes, there were times, i'm sure you knew. when i bit off more than i could chew. but through it all, when there was doubt, i ate it up and spit it out. the record shows, i'll took the blows, and did it my way.

i've loved, i've laughed and cried, i've had my fill, of fuckin losing.
and now, as tears subside, i find it all so amusing;
to think i did all that, and may i say, not in a shy way
oh, no, oh, no, not me, i did it my way..

for what is a man; what has he got? if not himself, then he has naught.
to say the things he truly feels, and maybe, not the words of one who kneels
the record shows i took the blows, and did it my way.

Thursday

faq.

faq to society: from which glasses?
faq to self: are you happy?
faq to life: reasons
faq to God: ∞
sometimes we need to be sad.
sometimes it's beautiful to see people transforming their sadness into songs and poems.
it's beautiful to see anything turns into blue.

it's beautiful to see nothing in tears but honesty.

because sometimes, we need goodbyes to value hellos.
we need evanescence to see reminiscence

karena kita butuh merasa kehilangan untuk menghargai yang telah hadir.

Diksa

Part 2. (putar lagu di atas untuk mengiringi.)

Ibu Kota, Oktober 2011.

Sudah kali kesepuluh dalam lima menit terakhir Diksa menengok pergelangan tempat jam tangan berbahan kayunya melekat.

Stasiun di tengah kota itu sesak seperti biasa. Berbagai macam bau menguar di udara di sekitarnya. Bau parfum kelas menengah yang familier, bau khas bayi-bayi dalam gendongan, bau keringat para pedagang asongan, dan--bau kesibukan. Orang orang berlalu lalang di hadapannya tapi tak satupun ia kenali.

Kini dirinya menyesali keputusannya mengenakan pakaian berlapis. Sekali lagi mata hitamnya menyapu sekeliling, siapa tahu orang yang ditunggunya muncul. Dengan tubuh jangkung Diksa terlihat mencolok di tengah keramaian.

Pukul 7:35. Sudah hampir satu jam sejak kereta yang ia tumpangi berhenti. Puntung rokok yang kedua baru saja berakhir di bawah sepatunya. Baru saja Diksa memutuskan mencari ojek, sebuah tangan menahan sebelah sikunya.

Seketika ia merasakan desakan untuk melesak ke dalam tanah.

"Diksa."

Sosok itu terengah-engah, dan--seharusnya ia telah menduga, bukan sosok yang diharapkannya. Selama sepersekian detik desakan untuk melesat ke dalam tanah digantikan oleh perasaan nanar yang tak bisa dijelaskan.

"Eh Dir. Sori gue minta jemput pagi-pagi. Hape gue mati."

Indira masih terengah engah. Satu tangannya terangkat, satu lagi menahan berat tubuh pada lutut kirinya.

"Gilak. Ada kali gue telfon lo seratus kali."
"Gue mau ke depan tapi takutnya malah ga ketemu. Soalnya terakhir gue kasi kabar, gue di deket ti--"
"Udah udah. Mending kita ngomong di jalan."
"Sori ya Dir--"
"Udah bentar lo tahan dulu semua cerita lo, kita makan."
"Makasih ban--" belum sempat ucapannya selesai, punggung mungil Indira sudah hilang di balik arus manusia yang memenuhi selasar Stasiun Gambir.

Indira, meski bukan sosok yang ia tunggu, setidaknya merupakan sebuah harapan yang masih berpendar. Tadi malam Diksa telah memberanikan diri untuk memberitakan keberangkatannya ke Jakarta. Ia sudah mengirim surel pada seseorang--kepada siapa harapannya berlabuh. Sayangnya, seperti seharusnya ia duga, pesannya tidak berbalas. Maka menjelang tengah malam ia mencoba menghubungi Indira. Dan di sinilah ia sekarang, mengenakan kemeja tartan birunya, bersama kaos, jeans dan sepatu kanvasnya yang biasa. Rambut sebahunya yang terikat asal-asalan menjadi bahan 'pembicaraan' Indira pagi itu dalam perjalanan mereka menuju lokasi sarapan.

"Gue ga ngerti lagi Dik sama lo." Kemudian Indira memulai ceramah panjangnya soal penampilan dan standar ketampanan. Indira yang sama seperti yang dulu dikenalnya.

"Jauh jauh lo keliling dunia gue kira apa kek berubah dikit. Gantengan kek, kinclongan dikit apa kek. Rambut lo gila lo yakin ketemu Anka?"

Pukul 7:56. Dilatarbelakangi ocehan Indira, ia mengerti waktunya semakin menipis.

"Dir sebenernya al--"
"Gue tau kok. Yang gue penasaran lo ngerti darimana soal ini?"

Ia sedikit lega karena tak perlu menjelaskan. "Aryo."

Tentu saja Diksa tidak akan pernah melupakan malam itu. Ia masih berada di Osaka bersama kru dan anggota bandnya setelah memenuhi undangan suatu festival musik rock tahunan yang cukup populer di negeri sakura. Beberapa jam setelah merampungkan gig, Aryo mengajak Diksa mencari beer tengah malam. Udara Osaka yang dingin pada awal bulan Februari membuat mereka menghabiskan beberapa botol malam itu. Diksa yang belum sampai menghabiskan 2 botol menghisap penuh-penuh puntung rokok terakhirnya. Aryo mulai meracau, Diksa mengerti hanya fisik kawannya saja yang masih benar-benar duduk di sana. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah berapa lembar uang yang tersisa dalam dompetnya sendiri dan dompet kawannya itu untuk membayar taxi dan pulang ke penginapan.

"Garang aja di luar lo. Haha. Cemen di dalem, mlempem."
"Kacau lu yok. Balik deh dompet di mana?"

Ia sudah hampir beranjak untuk memanggil taksi saat Aryo menyebut soal Anka. Saat itu dirinya terlalu sibuk mengeluarkan isi ransel Aryo sehingga tidak terlalu memperhatikan. Lagipula—Anka. Sudah hampir lima tahun ia tak mendengar nama itu. Dan benar saja, hanya uang 10 yen dan rupiahan 5000 yang berhasil ia kumpulkan dari dompet dan ransel mereka.

"Man, otak lo--"

Tapi umpatannya terbenam kalimat Aryo.

Kalimat yang sampai kini masih menghantuinya dan membuat dirinya kembali ke Jakarta, tempat yang tidak ingin ia kunjungi lagi. Setidaknya hinga saat ini.

Suara klakson mengembalikan Diksa pada jalanan penuh kendaraan bermotor.

"Anjir merah lagi." Umpat Dira.

Pukul 8:02. Waktunya hampir tiba.

"Diem aja lo. Terus sekarang apa rencana lo. Gue yakin kalian juga sama-sama udah cukup matang buat ngambil keputusan. Gue hargain keberanian lo Dik, bukan berarti gue dukung lo. Tapi lo juga sohib gue dan gue ngerti ada sesuatu yang belum terselesaikan di antara kalian berdua, gue tau kalian juga sama-sama bisa ngerasain. Gue ga tau apa rencana Tuhan, tapi pasti ada alasan kenapa hari ini semesta mengizinkan kalian kembali bertemu. Gue anggap ini kesempatan buat lo, dan gue juga ga mau menghalangi itu. Jam 8 lebih. Gue udah ngga nafsu. Lo masih mau makan ga?"

Tiba-tiba Diksa mencelos. Sebuah kenangan melintas di sudut pikirnya. Ingatan itu seperti meledak tanpa suara. Membuat dadanya sedikit nyeri.

"Gue butuh ke suatu tempat."
"Lo sadar kan udah nyampe Jakarta?"
"Ga jauh dari sini. Batal ke kiri. Kita ke kanan."

Tanpa bertanya lagi, Indira mengubah isyarat lampu mobilnya.

"Kemana?"

Dalam sekejap, lampu merah menyala kuning lalu hijau, dan Fortuner hitam itu melaju, mengalihkan haluan.

bersambung.

cerbung anka part 1

Tuesday

ini lagu bertemakan suasana natal, bukan lagu pujian rohani. because christmas can be universal too.

perayaan

ini bukan tulisan soal agama. atau soal katolik. atau islam. dan perbedaannya. bukan.

terlahir dari ibu nasrani dan ayah muslim, aku baru 'memilih' kepercayaan pada usia 8 tahun. karena, yah, aku tinggal bersama keluarga ibu dan sejak kecil pergi ke gereja, aku memutuskan menjadi nasrani dan dibaptis. untuk bisa mendapat sakramen baptis, jika bukan baptis bayi, seseorang harus dinyatakan lulus katekumen terlebih dahulu. jadi teknisnya, aku masuk katolik atas kemauanku sendiri, dan mempelajari alasan-alasannya.

sebentar, ini bukan entry soal agama. ini soal bagaimana, sebenarnya, agama tidak hanya bisa menjadi identitas spiritual, melainkan melebur menjadi tradisi masyarakat secara universal.

menjadi warga negara indonesia, beragama katolik artinya menjadi minoritas. aku bersekolah di sd swasta, sd santa maria, dan aku besar bersama orang-orang yang sama (meski sebenarnya menjadi orang jawa di tengah teman-teman yang beretnis tionghoa juga tetap menjadikan aku minoritas).

memasuki sekolah menengah, aku masih bersekolah di smp swasta tapi kali ini umum, aku berkenalan dengan heterogenitas. aku jawa dan dominan, tapi aku juga minoritas. berlajut ke sekolah menengah atas, syukurlah aku tidak pernah merasa kecil dan tidak pernah merasakan bullying. atau mungkin aku beruntung berada di lingkungan yang kebetulan selalu berpikiran terbuka.

di sd, aku merayakan natal dan paskah. di smp, aku ikut merayakan lebaran, ramadhan dan hari hari raya lain. ketika menjadi anak asrama, di sma, hal-hal berbau ritual keagamaan berlalu selama 24 jam setiap harinya.

lalu begini. (aku sudah bilang sebelumnya ini bukan tulisan soal agama. semua di atas itu hanya preambule yang mengilustrasikan tempat aku bertumbuh.) begini. aku melihat, bahwa dengan adanya dominasi umat islam, perayaan perayaan yang tadinya berbau keagamaan, sebenarnya tanpa disadari telah melebur menjadi tradisi di tengah masyarakat. silaturahmi dari rumah ke rumah (di daerahku disebut sjarah), nyekar ke makam-makam, bagi-bagi daging, dan masih banyak lagi. ketika bulan ramadhan tiba jalanan dipenuhi dengan orang-orang berjualan takjil, dimana mana orang orang berbuka puasa, anak-anak yang pergi merantau kembali pulang, orang-orang bersarung di gang kampung untuk berangkat tarawih, dan di depan rumah terdengar gelak tawa anak-anak saat takbiran.

menurutku, itu indah.

itu sebuah perayaan di tengah masyarakat di mana aku tinggal.

mungkin saat aku di bali akan beda lagi, upacara-upacara adat umat hindu bahkan telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari. seperti natal di eropa atau amerika. (walau aku gak akan membohongi realitas dunia; bahwa justru di amerika dan eropa atau negara-negara barat yang didominasi oleh orang nasrani, saking terlalu dominannya dan karena ritus-ritusnya telah melebur dalam keseharian masyarakat, orang-orang nasrani di sana menjadi agnostik--kalau di indonesia islam ktp, dan jemaat gereja gereja lebih didominasi orang-orang lanjut usia).

tapi kembali lagi. di sana, natal seperti menjadi perayaan yang universal. tidak menjadi selalu identik dengan kelahiran yesus (atau isa almasih) namun menjadi perayaan dan 'nuansa' di tengah masyarakat.

musim dingin dan salju.
kue kue.
kado kado.
anak-anak kecil dalam pakaian hangat.
that familiar sound when the bells ring.
film film keluarga dengan lagu indah diputar.
di mana mana orang memasang dedaunan, pohon cemara dan lonceng kecil. santa claus. lagu-lagu natal. di mana lagu-lagu natal juga tidak kemudian menjadi identik dengan lagu rohani atau lagu gereja. natal, thanksgiving, paskah di sana menjadi sebuah perayaan dan kehangatan.

hangat.

dan perayaan selalu indah jika dibagi.

Harta yang paling berharga

adalah, keluarga.

#DelveInside: 2



n o v e m b r e .  2 6.  a m b a r a w a ,  c e n t r a l  j a v a .



kali ini aku akan bercerita tentang cemaraku (yang beneran). karena ini delve inside, aku akan menulis sedikit panjang. tapi untuk ilustrasi visual, aku sengaja mengambil penggalan cerita perjalanan kami bulan lalu ke magelang, ambarawa, dan semarang--bukannya mengumpulkan ilustrasi general. jadi, foto-foto yang ada di sini hanya menggambarkan trip akhir pekan kami bulan lalu sahaja. dan, ini adalah foto-foto hasil snapgram (snapgram ada gunanya ya) jadi maaf kalo kualitasnya ga seberapa, maklum hape cina.


caution: tulisan ini bernada slenge

aku lahir di jawa timur. ibuku anak ke dua dari lima bersaudara, dan kakak pertama serta 2 adik paling ragil semua berkeluarga di yogyakarta. itulah kenapa aku kayak punya banyak saudara di jogja. dan pertanyaan klasik selanjutnya biasanya: kok ngekos? kenapa gak ikut tante aja? karena aku lebih nyaman tinggal sendiri. itulah kenapa setiap weekend aku bakal family time. karena anak-anak dari ketiga saudara kandung mamaku ini masih kecil kecil dan moodboosting sekali. dari pakdhe namanya allegra 7 tahun, dari mba reni namanya rania 8 tahun, dari mba deni namanya gemara 6 tahun.

kenapa panggilnya mbak? karena dulu waktu mereka kuliah aku udah tk-sd jadinya masih anak muda gitu, kebetulan mba reni dan mba deni dua-duanya dulu sekolah di jogja. itu juga kenapa aku udah familiar banget sama kota ini.

keluargaku di jogja ini sering sekali main waktu akhir pekan. tahun lalu kami ke semarang, lalu biasanya random gitu ke solo, atau kadang ke muntilan, atau ke magelang, atau sekedar ke selatan berburu kuliner.

yang ke muntilan bisa dilihat di steller ku di post ini : Pagi di Muntilan
yang kami bikin backyard party bisa dilihat di postingan ini : At The Backyard

karena teknologi snapgram baru ada sekarang, aku dulu biasanya jarang mengabadikan sesuatu. karena konsep mengabadikan berat banget, dan kalau sama keluarga aku lebih jarang lihat hape. sedangkan sanp meringankan konsep itu, kayak no big deal dan sambil lalu aja. toh masalah nanti diperluin atau nggak bisa belakangan. yang penting snap dan udah.

satu yang aku suka dari keluargaku adalah..... mereka berbeda.

mbah utiku yang berasal dari kediri menikah dengan mbah kung yang berasal dari ponorogo, kota kecil di mana mereka kemudian menetap hingga sekarang. mereka dianugerahi 5 anak, pakdhe, mama, mba desi, mba reni dan mba deni.

pakdhe kuliah di jember, bekerja di jakarta dan setelah menikah menetap di jogja. pak dhe yang ketika kuliah aktif sekali bermain musik ini (dulu hampir jadi vokalis yovie nuno suer) menikah dengan budhe tari yang dulu bekerja di sebuah ngo dan merangkap sebagai penerjemah buku. budhe tari asli jogja dan mengambil studi sastra inggris  sebelum melanjutkan studi lanjutan di london dan bersama pakdhe dianugerahi bayi kecil bernama allegra. alle sekarang sd tapi homeschooling.

mba desi kuliah di surabaya dimana akhirnya ia bertemu om yoto, menikah, dan menetap di sana. anak mereka bernama ceca, sekarang sma di smala sby, dan stella, sekarang smp di spensix sby.

mba reni kuliah, menikah dan bertemu om anton di yogya dan anak mereka bernama rania. sering aku snapgram kalo lagi ke rumah mereka. om anton menuntaskan master program manajemen dan memutuskan membuka sekolah musik di daerah demangan.

lalu mba deni dan om koko, keduanya bertemu di isntitut kesenian yogyakarta dan menikah sekaligus menetap di kota yang sama hingga kini. anak mereka bernama gemara. anak yang paling sering temen temenku tanyain -_-

rumah pakdhe alam alam sekali, rumah mba reni penuh dengan frame-frame besar the beatles, dan rumah mba deni artsy sekali. ketika ke solo, lagu-lagu yang mengiringi sepanjang perjalanan adalah the beatles dan aku senang sekali berada di samping jendela sambil mendengarkan i saw her standing there atau help. lagu lagu yang memenuhi rumah mba deni di rumah juga lagu-lagu indie (karena mba deni dulu vokalis salah satu band indie 2000an yang lumayan he em). even gemara hafal lagu-lagu payung teduh sebelum aku bahkan baru mau download ke hape (maksudnya pas baru awal suka). rania gemara hafal lagu-lagu the beatles. dan permainan piano allegra bikin nahan napas.

maka ketika bersama keluarga, aku merasa begitu bebas. jauh dari realitas dan ekspektasi kalangan 'tertentu' yang mengarah pada pandangan dan standardisasi tertentu. di rumah aku merasa hidup dan menjadi diriku. aku merasa boleh menjadi apapun yang aku mau. tanpa embel embel dan penggambaran sukses dengan ukuran kapitalisme.

dari sini aku punya gagasan bahwa, iya realistis. tapi realistis yang aku maksud beda.

bagiku, ambisi itu perlu. passion juga perlu. aku pernah nulis di suatu tempat, bahwa bagaimana jika mungkin, sebenarnya, yang terjadi adalah..

arena tanding kita memang berbeda. mungkin aku datang pada arenamu untuk duduk di tribun dan mendukungmu, bukan untuk berada di pacuan, di belakang atau di depanmu. dan setiap kita bebas dan berhak memilih arena tanding kita masing-masing. bukan berarti bekerja kantoran dan mejadi ceo kaya raya dan settle itu sukses untuk seorang yang punya passion bikin film. atau bahkan jika passion dan panggilan hidupnya untuk keluar masuk hutan dan memotret tumbuhan liar.

kenapa kalian selalu menagih medali dan piala? padahal piala dan medali itu bernama bahagia.

menurutku sukses adalah ketika suatu hari kamu terbangun, kamu sadar bahwa inilah hidup yang kamu iginkan. dan kamu bebas memilih. tanpa embel-embel penialaian orang dan standar kekayaan atau kedudukan. ketika suatu hari kamu bertanya pada dirimu sendiri: are you happy? dan kamu menjawab... ya.

(selama maksudnya tidak merugikan orang lain). dan realistis yang aku maksud adalah apa pun yang aku mau nantinya, yang penting bertanggung jawab. secara material untuk hidup dan mengikuti arus kapitalisme (mau tidak mau), dan pada keluarga serta rumah tangga ku kelak. apa yang aku lakukan, jika diniatkan baik, tentu akan punya kontribusi bagi sekita, dalam konteks besar bangsa negara, dan dunia. kontribusi sebenarnya bisa semungil membuat orang lain terinspirasi dan menemukan panggilan mereka, seperti di habit ke delapan.

karena aku percaya, setiap kita dilahirkan ke dunia dengan mis yang berbeda-beda. taenta kita berbeda-beda.

dan soal mbah uti, aku udah pernah cerita sediit di entri mbah uti dan tiga dara. mbah uti yang bikin aku suka film. dan apakah mbah uti pindah ke jogja? enggak, mbah lagi pengen aja ke jogja, setelah sebelumnya lama di surabaya buat operasi mata.

begitulah. Delve Inside: 2 // Keluarga: Selesai.

ini sedikit snapstories yang kemarin sempat aku download (yang udah masuk feed gak aku masukin ke sini). gambar-gambar ini berbeda dari gambar di atas atau di post lain. gambar gambar ini bisa diklik dan diperbesar:


Monday

Menulis.

bukan ini bukan #DelveInside.

ini sepenuhnya soal.. menulis.

tadinya aku ingin.. membuat entry ini menjadi sepenggal torso yang indah. tapi kadang sesuatu yang direncanakan lebih terasa rasional dibanding magis jadi, yah, mari berhenti menjelaskan dan, mulai menulis.

karena obrolan semalam, aku tiba-tiba ingat sebuah pertanyaan yang pak dib ajukan setelah membacakan judul beserta kata-per-kata artikel ku di depan kelas dan menyalakan api yang hingga sekarang belum padam,

"siapa guru smp mu? nama ibumu? orang tuamu? bagaimana kamu bisa menulis seperti ini?"

aku sebenarnya.. bukan penulis yang konsisten. dan seringkali tulisanku tidak memiliki 'konten'. dan ngasal dan ya pokoknya nulis. aku sadar itu. kalau orang cerdas membaca tulisanku, pasti mereka akan dengan cepat melihat kekosongan dan tidak melanjutkan. karena sebenarnya, tulisanku tidak berbobot. hanya, sepertinya, aku bisa merangkainya sedemikian rupa hingga, mungkin, jika orang yang membaca juga membaca apa yang sering aku baca, rasanya seperti familiar dan nyaman saja. bacaan yang mengalir dan sambil lalu, bacaan yang mengolah rasa. bukan bacaan ber-value added.

kala itu, pertanyaan itu bukanlah pertanyaan istimewa, tapi sekarang aku tertarik untuk menjawabnya.

perjalanan perbendaharaan kataku dimulai sejak aku berusia 7 bulan, jauh sebelum aku bisa berjalan di umur 11 bulan. waktu itu aku mengucapkan kata apu dan menunjuk sapu, dan, apu apu saat melihat tetanggaku menggunakan benda itu untuk menyapu halaman rumahnya. begitulah. karier pertama logika bayiku.

di kelas 2 sekolah dasar, aku sudah ditunjuk menjadi lektor gereja saat hari besar. lektor adalah orang yang membacakan alkitab pada mimbar di atas altar, bahkan ketika di kota kota lain di keuskupan surabaya. keren ya. sekarang orangnya sekuler banget.

intinya, dengan fasih baca tulis, aku jadi gemar membaca. menurutku membaca itu perlu agar seseorang bisa menulis. tidak harus (karena ada orang-orang yang terlahir dengan talenta atau bakat alami) tapi perlu, agar tulisan yang dibuat lebih enak dibaca.

aku selalu percaya--secara teori dan praktik, bahwa apa yang kita produksi berasal dari atau merefleksikan apa yang kita konsumsi. sekalipun dalam state penciptaan. kita butuh input. dan input yang kita gunakan akan (sedikit banyak) tercermin pada apa yang kita produksi. input bisa banyak, gak selalu hal yang berhubungan seperti menulis dengan membaca, menyanyi dengan mendengarkan, filmmaking dengan binge-watching; lingkungan juga merupakan input yang berpengaruh besar. lingkungan membentuk perspektif tertentu. dalam hal seni kadang juga membentuk selera. dan selera itu penting, taste, gaya, menurutku penting.

sebentar, bicara soal taste dan gaya, meski abstrak, dalam dunia seni (jane aku ki ra cetho seni lho ya), kui pengaruhe gedhe, jadi gini, misalnya penyanyi atau musisi. saat mereka luar biasa jago teknik vokal atau arpegio, tapi tidak punya musikalitas, itu disayangkan. saat orang pintar mengambil gambar, kameranya bagus, tekniknya gila. tapi kalau gambarnya tidak hidup, tidak membuat orang yang melihat 'tergerak', itu disayangkan. dan tulisan, dalam hal ini bukan akademis (yang terstruktur), seberapapun materi yang ingin disampaikan, jika ia tidak bisa personalize pembaca, itu disayangkan. oleh karena itu aku percaya, kalau mau bikin keluaran, mending juga diimbangi dengan memperbanyak masukan dulu. bukan cuma materi, tapi dalam merasakan bagaimana bulir-bulir kata terangkai.

sejak kecil, aku suka membaca. majalah boboku kalau dikiloin, mungkin, aku bisa beli rumah. dan karena bobo itu anakan kompas, sedikit banyak, aku juga baca kompasnya mbah kung. dulu aku niteni, setiap selasa ada rubrik fotografi, setiap sabtu ada foto-foto pilihan di cover belakang. setiap minggu ada puisi dan cerpen, juga kolom untuk anak-anak.

kebetulan papaku jurnalis. di tahun 2004 saat kami bertemu di surabaya, aku diajak ke gramedia. dan aku yang ketemu buku buanyak waktu itu, buset, koyo mlebu wonka's chocolate factory kae wes. yo ra deng. waktu itu karena masih suka sains (iya aku dulu suka banget banget sama biologi dan fisika) aku beli 5 buku. aku masih ingat judul-judulnya, Einstein Aja Gak Tahu!, Kartun Fisika, Keajaiban-Keajaiban dalam Tubuh Manusia, Harry Potter and The Half-Blood Prince hardcover, dan.. buku soal penemu & peradaban. waktu itu, begitu pulang aku girang bukan main. langsung aku buka, karena baru, aku cium dulu (aku suka bau buku baru sesuka aku suka bau hujan), terus aku baca. pokoknya zaman kecil kalo ketemu buku bawaannya norak.

lalu, singkat cerita, dipadu dengan kesukaanku terhadap astro boy, naruto, one piece, conan dan manga-manga lainnya di bangku sd (karena cimonku suka komik hehe), dengan drama korea sewaktu sd-smp, kemudian dipadu dengan kesukaanku terhadap lagu-lagu berlirik bagus (aku ingat di kelas dua sd, setelah dihadiahi om tante kaset sherina terbaru album My Life, aku membawanya ke sekolah, dan saat istirahat aku dengan ceroboh meninggalkannya di dekat tangga di lapangan basket, lalu setelah aku ingat dan kembali, cover lirik kaset itu sudah menjadi potongan-potongan kecil, begitu kecilnya hingga aku tidak bisa merekatkannya kembali menjadi satu, dan ya waktu itu aku menangis. tidak menangis lantang, menangis lirih sendirian di dekat tangga, dan saat bel masuk berbunyi aku mengusap air mataku tanpa bercerita pada siapapun) dan sedikit imajinasi, aku punya energi untuk mulai membuat adonan tulisan. di bangku sd sejak mengenal personal computer dan warnet, aku mulai sok-sokan bikin novel. begitu soknya sampai aku bikin settingnya di Le Havre, Perancis. tapi budheku yang berprofesi sebagai penerjemah bilang, sebaiknya aku bikin cerita yang settingnya aku tahu, yang aku kenali dulu. jadi novel itu tidak kulanjutkan sampai sekarang. pas kelas enam, aku sempat les setengah tahun di i-tutor. di sana, ada sistem tiket dan reward. buat menambah tiket dengan cepat, kita bisa bikin-bikin kreasi entah visual, tulisan atau kriya. akhirnya aku bekerja keras untuk membuat puisi-puisi. meski gagal. masuk smp, karena ada ekskul kece namanya english-club (disingkat e-club, iklab. jadi kalo ditanya, eh kamu anak iklab ya? iya nih gitu kan unyu gitu). e-club ini dipersiapkan untuk kompetisi, jadi bukan sekedar klub pengembangan bahasa inggris. kompetisi tahunan yang diadakan biasanya terdiri dari 3 kelompok besar, olimpiade, storytelling-speech-anchor, dan menyanyi. karena yang gampang menyanyi, aku pede. pas audisi aku maju, dan menyanyi. waktu itu gita gutawa ft. delon - your love. dredeg e masya allah.

dilihatin anak anak baru smp (plus ada crushku HAHA) sumpah ga kebayang deg-deg-annya yowo. e habis nyanyi ditepuktanganin. aku wis dadi bensin ning ngarep, wis ga berwujud gitu pokoknya (soalnya biasanya abis maju yaudah duduk yang lain diem aja hening). eh kok ya lolos tenan bersama dengan beberapa nama lain. tapi, terus. karena aku dulu ambis gitu (gak kayak sekarang males), pas aku butuh sms guru bahasa inggrisku, akhirnya aku sms pake...bahasa inggris -_- (maksudnya kan ya kalo sms doang, apalagi ke guru ya biasa aja bisa sebenernya, ga usah segitunya, maksain bgt) (nyapo ya. karena guru-guru bahasa inggrisku kalau ngomong gak pernah pake bahasa indonesia. jadi mungkin aku yang polos terbutakan ambis.) lalu mungkin karena sok-sok ku itu, tiba-tiba aku dimasukin grup olimpiade (sejak saat itu di meja belajar berjajar enam trofi). nah, kalau story-telling dll gitu, kan materi ceritanya suruh cari sendiri, gak dibikinin miss miss biar bawainnya lebih enak. aku goblok e bikin cerita dewe muahaha. soalnya aku bingung, mau cari di internet masa. 2 temenku yang juga lolos audisi iklab enak, yang satu bapaknya punya les-lesan inggris, satunya ibuknya dosen literatur inggris huhu. sejak saat itu, akhirnya setiap ada sesuatu aku bikin cerita sendiri. aku belajar 16 tenses pure otodidak dan karena suka dengerin lagu (thanks to avril lavigne, panic at the disco, green day, paramore, skye sweetnam dan pee wee gaskins). pas di sd, karena gurunya pilih kesay gitu, nilaiku....percaya gak, 5, mentok 8. di i-tutor juga belum sampe belajar 16 tenses, cuma speaking sama liat film. oh enggak ding, i-tutor dulu karena dia ada journal book. dan kita harus nulis tiap pertemuan. dari situ juga nulisku mayan kelatih.

terus, suatu saat di kelas 7, guru bahasa indonesia juga minta kita bikin semacam buku jurnal juga. di ujung buku, bu ary, bilang di depan kelas, beliau terharu baca jurnalku. aku gak inget kenapa. terus naik kelas, aku juga deket sama mas rony, guru bahasa indonesia kelas 8. dan, baca puisiku bagus, pas itu. past itu doang. kayaknya pas itu aku kesurupan. terus karena ambis dan perfeksionis (dulu) kalau tugas b. indo kelas 9 pak bangun selalu suka tugasku karena paling niat dan rapi wkwkwk.

bersamaan dengan itu, tente tanteku yang baik hati dan budhe yang kece sukanya beliin dan ngelungsurin buku. dari yang basic kayak laskar pelangi (awalnya aku baca satu aja, yang laskar pelangi. tapi karena mbah uti habis sang pemimpi edensor maryamah karpov, aku gamau kalah), roahl dahl, charles dickens, jules verne, fellowship of the rings sampe.. perahu kertas he he he. perahu kertas aku baca di awal kelas 8 (pertengahan tahun 2009). dan aku entah gimana personalized bianget bianget sama tokoh kugy. beberapa teman juga bilang gitu, tokoh utamanya berantakan dan random kayak aku. lalu naik kelas 9 aku mulai ngeblog. karena sukma. dan sebelumnya aku udah lama ngikutin blognya dochi dan myspace nya lexa. terus di twitter nemu sonia eryka terus dikasih tahu sukma sabila anata, terus tahu lucedale, terus main lookbook, terus tahu anazsiantar, terus evita nuh dll dll. dan terjadilah blog ini.

lalu masuk sma. aku ambil jurnalistik. waktu itu karena aku lutfi sama hilda juga ga ngeh pengen apa jadi kita daftar aja. ternyata aku sama lutfi dipanggil jadi 10 anggota tim opo yo kae ra jelas. pokoknya kami dikumpulin sendiri terus suruh bikin berita. kan geje. lalu tahun baru 2012 mama beliin kamera hue hue hue senang syekaliii dan dari sana semua kekacauan dimulai. semua karena twitter dan blog. bersamaan dengan buku-buku yang masih terus aku lahap, lagu-lagu yang aku nikmati, film-film yang aku tonton, dan jam terbang menulis di blog ini (plus koran mercusuar dan lain lain), simply membentuk tulisanku seperti sekarang. sedikit sendu, sedikit seru tapi yo gak se malah garing, dan seperti ngobrol. dan sue sue sing blog iki kesan e akeh narsis e yo gak. sempat juga merasakan betapa malunya blog ini jadi blog contoh tugas spring kelas englishnya miss diah di ips 4, 5 dan ipa 6, 7. ambek kae aku sik drama karo memet huh isyn pvol.

pernah suatu hari di penghujung kelas 8, aku dipanggil wicak dan januar. kami diminta mewakili sekolah untuk ikut lomba sastra sekota malang. mereka ngasih tahu udah ada bahan dan aku nol putul. deadline besok paginya. maka, karena malamnya mati lampu seasrama, aku ngebut kerja subuh-subuh. tanpa internet ataupun novel fisiknya. makanya aku milih laskar pelangi. sing cetho dan aman. wis kae uasal konten e ngasal tok sing penting diksi ne indah dan terangkai. lha kok juara 3. januar juara 1 sih, dan dek e mbahas pramoedya asu tenan yo jelas. fun fact, aku sama sekali gak tahu kalau kami harus menghadiri venue dan ada presentasi jika lolos. pagi itu, aku berencana bangkong karena hari sabtu. lha kok namaku dipanggil lewat speaker dan aku melongok keluar jendela kamar. ada ipang (dia ngewakilin lomba debat) teriak teriak, pod ayo ditunggu angkot. geblek. gak mandi, aku ganti seragam dan berangkat. di sana aku terus terusan berdoa biar gak lolos dan cepat pulang lalu mandi dan kembali tidur. ternyata lolos 10 besar dan kami presentasi plus tanya jawab. waton tenan aku akhirnya, karena gak bawa apa-apa, gambar pemandangan sama sepatu di hvs (ini beneran) dan yah..  presentasi. begitulah. tapi ya basic juara tiga. tidak signifikan dan tidak akan diingat.

kelas 12, selain peristiwa pak dib, tidak ada yang benar-benar bermakna. aku juga semakin jarang ngeblog. semakin jarang nulis. karena ada portal instan bernama instagram. cuman pernah suatu hari, salah satu mas g-o bahasa inggris yang tinggi kurus dan cerewet tiba tiba nyeletuk "who wrote this?" he then read the sentences. and it was mine. jadi di kelas ada semacam mading kecil (banyak mading btw) buat nempel sticky notes harapan masing-masing kita 5 tahun ke depan. i forgot what i actually wrote but yes it resumed what i want my life to be and long story short, what i aspire in life. he then said, more likely, aku juga lupa sih, "oh my god, ini hidup banget. it was just so, i dont know, it feels so good. i can feel the words literally have soul, i dont know, it is really nice i mean it." and i said thank you.

masuk kuliah. aku yang ambis karena masuk kampus swasta akhirnya ikut ini itu, salah satunya pers mahasiswa. dan waktu makrab, pernah kami disuruh nulis spontan sebuah frase soal menulis. i, again, forgot what i exactly wrote that time, but maybe aku kesurupan lagi, they gave me books for it. kalo ga salah aku bilang di situ, bagiku, menulis seperti bernapas. aku lupa gombalan apa yang mengekornya. terakhir, aku menulis untuk artikel tunggal buku suci ospek fakultas 2015. aku juga lupa nulis apa.


menulis, seharusnya tidak akan pernah membebani.

menulis sesungguhnya melegakan.

jika rasanya masih menjadi beban, mungkin kamu butuh sepenggal lagu, minuman manis, dan stok film menarik.

Thursday

Vivid.

dulu, nama ini terasa hambar dan cenderung ngganjel.
vivid. vid, vivid. tidak umum, tidak estetik, tidak indah dibunyikan. dan tidak berbau perempuan. menggantung. hambar. biasa saja.

kemudian aku menjadi lebih sering dipanggil dengan julukan. rasanya ramah. lucu, sedikit menjadi bahan tertawaan, tapi nyaman dan dekat. ketika orang memanggil dengan julukan, artinya dia sudah dekat.

lalu nama vivid menjadi nama asli. (karena teknisnya ada nama panggilan yang lebih sering digunakan). vivid menjadi nama yang tersemat, dan ditulis atau dibacakan dengan serius. untukku personal, vivid menjadi sakral.

nama asliku (cencored) vivid (cencored). (cencored) jarang aku sertakan. dan ya, (cencored) emang mengandung dua e, dan itu bukan kosa-kata asal india. (cencored) terdiri dari save dan era, yang artinya selamat, menyelamatkan era, era yang selamat, era keselamatan. dan tiara adalah mahkota, ni hanyalah sufiks agar berbau perempuan. dan vivid.
artinya hidup. hidup yang hidup. ketika sesuatu yang tak hidup nampak begitu hidup, orang menggunakan kata vivid untuk menggambarkan. photoshop juga, vivid vivid. meskipun aku dengar sebuah situs porno juga menggunakannya.

tapi nama ini menjadi begitu lekat. hingga suatu saat, ketika beranjak mengakhiri masa remaja, aku sadar bahwa, terkadang, apa yang kulakukan terlihat lebih alay dibanding orang lain. apa yang aku ekspresikan melebihi apa yang diekspresikan orang. apa yang aku nikmati tergambar melebihi apa yang dilihat orang. apa yang aku kagumi terlihat begitu berlebihan.

saat duduk di dalam kendaraan di samping jendela. aku membayangkan ribuan potong gambar dan cerita. saat melihat pepohonan, aku melihat keindahan. saat melihat pantai, aku menganyam puisi dalam dada dan menyimpannya seakan hal itu merupakan kenangan bersepuh permata. saat melihat semesta bergerak dia atas motor aku seperti sedang menonton sebuah mahakarya. aku diam tapi aku merangkai pertunjukan di dalam sana, tak bisa kugambarkan apakah di dalam kepala, di antara retina dan serabut saraf, apakah di dalam dada, di tengah vena dan aorta, apakah di dekat telinga, atau sekujur inda perasa. saat mengalami suatu hal, aku seakan mengisahkannya kembali sedemikian rupanya padahal mungkin orang lain akan menceritakan hal-hal biasa yang sering mereka alami di hari lain.

tapi aku tidak menyesalinya. aku menyukai bagaimana aku menyerap dan mengolah suatu rasa dari sepenggal peristiwa. aku menyukai caraku menyimpan dan menjaga kenangan akan suatu kisah dan cerita. aku suka caraku membingkainya. aku suka caraku mengisahkannya pada dunia.

hal hal sepele jadi bermakna. hal-hal yang tak berarti nampak memiliki nyawa. hal hal yang dilupakan mendapat tempat sebagai kenangan. hal-hal fana mewujud puisi--meski untuk diriku sendiri. orang menyebut aku alay dan nggumunan. aku menyebut diriku mencukupkan diri dan bersyukur. dan, mungkin gemar untuk melihat keadaapaan dibalik keapaadaan.

meski kadang dengan mencukupkan diri menjadi kurang haus ambisi dan pencapaian.

tapi aku bahagia. aku hidup. dan aku menyala. aku hidup, maka aku menyala.


desember enam belas, mahkota keselamatan yang hidup.

Delve Inside: 1 // Nama: Selesai. (terlambat 3 hari).
p.s. terimakasih untuk siapa saja yang karenanya nama pipod menjadi lebih melekat sebagai julukan atau nama panggil. yang telah menjadi alter ego dan meringankan beban dari bunyi vivid, sekaligus membuatku bisa merasakan keutuhannya.

Wednesday

Suatu sore bersama keluarga.

parangkusumo, awal september 2016.


bukan, ini bukan resume trip keluargaku yang ke magelang-ambarawa-semarang hehe. ini cerita kilas balik tentang keluargaku yang lain.



sore itu, seiring dengan gumpalan kapas langit yang perlahan berarak-arak menuju senja, roda-roda motor yang kami tumpangi mulai berputar menuju selatan yogya.

kami menamai keluarga kami SAA Yogyakarta.

sore itu kami akan melakukan induction mandiri kecil kecilan di pinggir pantai daerah pesisir parangkusumo. katanya sih, kami akan tidur di dalam bungalo-bungalo bambu. sepertinya akan seru ya.


dan begitulah. meski tidak semua bisa ikut dan berniat untuk ikut, kami yang ada di sana lantas gak dongkol. kami justru bersenang-senang dan melupakan, menanggalkan segalanya di utara. kami sama sekali tidak menyesalkan mereka yang berhalangan serta. ini semua bukan paksaan. ini hanya kumpul dan liburan untuk menghangatkan rumah. tidak ada beban, tidak ada aturan. kami datang lalu kami bersulang.

sayang pas itu aku masih dalam mode minimalis sehingga lebih sering upload di snapgram (dan hehe pas itu spam bgt ya). mulai dari keberangkatan yang melewati ladang ilalang, tersesat tidak tahu lokasi, sampe menjejakkan kaki di pondok bambu rangdo dan tempatnya indah sekali.



terdiri dari bungalow-bungalo bambu, kami tidur bersama pepohonan kelapa dan langit cerah bertabur galaksi. jarak antara tempat kami tidur sampai bibir pantai hanya 4-5 menit berjalan kaki menyusuri petak sawah dan empang. bagus banget.

sore sebelum berkumpul, kami bersama-sama ke pantai. bermain, melepaskan semua beban. menyambut harapan baru di tahun ajaran baru. mengeratkan apa yang kami namai keluarga. andai saja semua orang datang dan ikut merayakan kehangatan. tidak ada batas, tidak ada senioritas, tidak ada beban. hanya datang dan bersenang-senang.



saat awal datang ke bungalow, aku lebih banyak merekam dan berfoto hanya lewat henfon. jadi gabisa ngasi foto tempatnya di sini huhu. sayangnya. tapi serius tempatnya asik banget banget. kayak di filem filem hahaha

di pantai, kami bermain permainan-permainan aneh.



yang itu, baju merah, namanya aldo. anak bogor. cantik kan. yang di sebelah kanan dan tiga orang lain di belakang, bersama aldo, mereka semua alumni sampoerna bogor. selalu banyak anak bogor. kemana anak malang, palembang dan bali hhe hhe hhe


tapi aku selalu, entah kenapa, sejak induction 2014, nyaman berada dekat mereka, entah bogor atau manapun. meski lebih sering sendiri, karena anak-anak malang biasanya sibuk banget (wkwkwk) aku bahkan gak mencari teman atau kurang nyaman kalau teman (satu sa malang) ga datang. mereka selalu bisa ngeblend dan ga ngotakngotak ataupun ngegeng. tbh ya. he.





malamnya, setelah kloter susulan datang melengkapi, kami menggelar party mungil. lucu sekali. di depan bungalow-bungalow kami, setelah makan malam ngobrol dan berkenalan (dan langsung nggosip!), kami senam senam lalu capek ketawa. kami joget-joget. kami mengadakan bonfire. kami bernyayi dengan syahdu lagu spread our wings, bersama api unggun, desau angin, debur ombak yang terdengar dari kejauhan.. sederhana namun sakral. dan hangat. :)

setelah itu adek-adek yang baru 'datang' ke dalam keluarga, membawakan lagu-lagu coldplay diiringi guitalele. lalu acara dilanjutkan dengan tukar kado dan perkenalan gokyl. hahahaha

terus malamnya, setelah gosip banyak banget banget di dalem bungalow bareng ocha, fera dan cony, tiba tiba listrik setempat mati. sekali. dua kali. dan yang keempat terus gak nyala nyala. tetot.

akhirnya kami berempat membawa bantal guling ke bungalow seberang. di sana, kami tidur di teras. tepat di bawah langit dan pohon pohon kelapa. kemudian? makan dan ngerumpi. karena mas andri dan arief datang.

laruuut, dini hari, satu persatu dari kami baru tertidur.


paginya, beberapa anak memutuskan menyusuri pantai dan menikmati matahari terbit. tapi aku gak ikut. ini semua dijepret cony. tapi aku pasang aja ya..



andai banyak anak anak malang (selain pengurus) hehe



ocha, si kating enerjik, bersama selingkuhan-selingkuhannya.



bogor. :)




fail 1. fail 2. fail 3. fail 198393.




tapi tep cinta.



menjelang siang, setelah sarapan dan pelepasan alumni, kami pulang. sudah banyak yang merotol, tapi gapapa. sesampainya di jogja, aku kembali diajak ke selatan bersama keluarga (keluarga beneran).

kami nyari makan ke --awalnya mau ke kopi klothok, tapi bosen-- akhirnya ke selatan. ke omah pohon. tempatnya unyu sekali! keluarga abis, tapi vibe nya dapet hehehe.

selalu suka, selalu suka ambience southern jogja. i had a well-spent & relaxing weekend, tulisku pada caption foto yang aku unggah di instagram sekaligus untuk menyambut semester lima. waktu itu foto comotan dari stories. kabur, low-quality dan kelam. dan gak kerasa sama sekali semester lima sudah selesai. dan sebentar lagi tahun baru.

i still can smell happiness in the air.