Friday

siang ini aku seperti ditampar. pagi tadi aku begitu bahagia menikmati hidup dan hari yang seakan berpihak. menjelang siang, udara yang menyenangkan dan geprek hangat beserta es teh manis mampu membuat segalanya indah. lalu ada sesuatu yang melintas di eksplor instagramku. lalu aku merasa ditampar.

kemudian dari sana, aku mulai mengugling satu dan lain hal. lalu aku menemukan nama santika wibowo dan tulisan-tulisannya di terapi besyukur. aku sering ingin mennagis melihat akun-akun ketimbang ngemis. tapi kisah-kisah yang dideraskan santika rasanya lain. ia menyodorkan rasa bahagia yang intim dan bagaimana hal atau mereka yang menjadi subjek kisahnya bukan hanya untuk dikasihani atau mencari simpati, namun rasa mawas diri. haru, bukan kesedihan. perasaan melegakan yang, mendamaikan.

aku pernah bercerita bagaimana dari balita aku sangat sensitif dan empatik. tentang orang-orang yang kutemui di dalam bus antar-provinsi kelas ekonomi. tentang penjual pisang dan pedagang asongan. aku beberapa kali bertukar pengalaman dengan beberapa orang teman. suatu malam saat hendak membeli laptop aku dan onez bertemu dengan seorang ibu penjual roti. itu ibu yang selalu ones ceritakan ketika ia menjadi staff part-time di pantiespizza gejayan. ibu itu selalu datang dengan tangan gemetar dan ones tak pernah absen membeli dua atau tiga roti beliau di muka pintu tempat ia bekerja. meski ia tak memakannya. meski ia tak suka roti. aku pernah menemui seorang kakek tua saat sedang menikmati ayam geprek bu made suatu pagi. waktu itu kakek tersebut datang menjajakan beberapa kotak plastik berisi klepon jawa padaku dan wangking (diah ayu, mahasiswa fk undip teman lamaku di smp). saat itu, kami menolak dengan baik. maka sang kakek tersenyum lalu kembali berjalan menawarkan klepon bersama sekarung harapan. tidak sampai lima menit berselang, aku dan wangking berpandang-pandangan. kami tidak perlu saling mengutarakan apa yang terlintas di benak kami. akhirnya, meninggalkan piring-piring di atas meja, kami membawa tas dan memacu motor mendatangi si kakek yang nyaris sampai di ujung jalan. namun sang kakek sudah berbalik, dan kami terlalu sungkan untuk langsung berhenti. maka kami menunggu. dan pada suatu persimpangan kami berhenti. wamgking menyodorkan sedikit rezeki pada si kakek dan kami tidak membeli kleponnya. kami ragu kami salah. kami ragu jika apa yang kami lakukan akan dianggap kurang menghargai. namun kami melaju. kami meninggalkan tempat itu. lalu aku tahu jawabannya. kami salah.

seharusnya aku tahu, saat itu aku tidak hanya berbagi materi, namun kebahagiaan. dan rasa mawas diri.

No comments:

Post a Comment