Sampah visual, objek ini sering ditemui di berbagai sudut tempat atau ruang secara nyata di kota ini. Tentu saja objek tersebut merujuk pada sebuah benda yang sengaja diletakan oleh sekumpulan orang yang tidak bertanggung jawab, di beberapa titik ruang kosong, yang dianggap layak dan terlihat di mata publik. Beberapa lebar kertas saling tumpeng tindih, menutupi objek apa saja yang ada disekelilingnya dengan tujuan untuk menyampaikan informasi. Hampir semua informasi yang disampaikan melalui selebaran tersebut mengumumkan hal yang tidak penting untuk disimak, seperti “sedot wc”, “butuh dana segar, hubungi nomer ini”, “terima gadai bpkb cepat” atau poster acara band adalah visual yang “menghiasi” sudut kota Yogyakarta hari ini.
(Aksi “reresik” sampah visual oleh seorang seniman jalanan Yogyakarta)
Aksi reresik ini, kemudian mendapatkan berbagai macam respon dari netizen yang dicuitkan oleh melalui media sosial twitter. Dari akun @gothed: vandalisme di siang bolong, yang lewat hanya melihat, tanpa berani menegur, piye iki min?”. Ada pula yang menanggapinya dengan berswafoto di akun twitternya, seperti yang dilakukan oleh @anerbref: “Gardu listriknya ngeblend ma jilbab eike belum ya?”
Apa yang ditawarkan melalui beberapa aksi tersebut, merupakan respon dari tebaran sampah visual yang kian hari kian tak terkendali penyebarannya. Aksi kecil seperti ini dirasa menjadi langkah solusional untuk menghias kota Yogyakarta agar tetap mempesona, terlepas dari pandangan publik yang mengatakan sebagai aksi vandalism atau bukan. Tapi beginilah cara kesenian merespon persoalan yang ada di sekitarnya.
No comments:
Post a Comment